Diva Washilah Putri, mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi Universitas Negeri Malang
Akhir tahun lalu, harga minyak goreng menjadi sorotan publik tanah air. Bahkan hingga awal 2022, harganya belum menurun. Bahkan sempat mencapai Rp35 ribu per liter.
Pada Maret 2022 kenaikan harga minyak goreng menyebabkan terjadinya inflasi sebesar 0,04 persen. Inflasi tertinggi yang disebabkan karena kenaikan harga minyak goreng pada November dan Desember 2021 yaitu masing-masing sebesar 0,08 persen.
Indeks harga konsumen sub kelompok makanan yang terdapat komoditas minyak goreng tercatat mengalami kenaikan dari 107,10 persen pada September 2021 menjadi 112,34 persen pada Maret 2022.
Presiden Joko Widodo mengungkapkan penyebab dari naiknya harga minyak goreng lokal. Beliau mengatakan Harga minyak goreng di Eropa dan di Amerika naiknya tinggi sehingga harga di dalam negeri juga akan ikut naik. Oleh karena itu, pemerintah terutama Kementerian Perdagangan membuat kebijakan yaitu Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) pada 27 Januari 2022.
Dengan adanya Kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) Menteri Perdagangan M. Lutfi menyatakan bahwa Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng akan berlaku.
Pada 1 Februari 2022 harga minyak goreng mulai turun dan berikut rincian Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng :
Harga minyak goreng curah sebesar Rp 11.500,00 per liter,
Harga minyak goreng kemasan sederhana sebesar Rp 13.500,00 per liter,
Harga minyak goreng kemasan premium sebesar Rp 14.000,00 per liter.
Akan tetapi, permasalahan ini tidak sampai disini saja. Setelah harga minyak mulai mengalami penurunan justru keberadaan minyak goreng jarang ditemukan atau langka dikarenakan para konsumsi rumah tangga yang membutuhkan minyak goreng melakukan penimbunan minyak goreng untuk persediaan kebutuhan.
Dengan adanya permintaan yang tinggi dan turunnya penawaran minyak goreng mengakibatkan kelangkaan minyak goreng. Seperti yang sudah dituliskan pada Perpres Nomor 17 Tahun 2015 yang berisi tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, salah satunya minyak goreng.
Dugaan adanya kartel yang mengatur dan menguasai bisnis minyak goreng juga menguat.
Hal ini sungguh sangat meresahkan masyarakat Indonesia terutama untuk masyarakat dari kelas menengah ke bawah.
Pemerintah kembali membuat kebijakan untuk mengurangi kelangkaan minyak goreng. Pertama, pemerintah memerintahkan kepada para penjual minyak goreng untuk menetapkan harga yang sama dengan penjual lainnya. Kedua, membatasi jumlah pembelian minyak goreng.
Kesimpulannya, kenaikan harga minyak goreng ini sungguh membuat masyarakat terutama para konsumsi rumah tangga kesusahan. Menurut penulis kenaikan bukan hanya disebabkan oleh faktor eksternal melainkan juga dari faktor internal seperti adanya entitas produsen minyak goreng dan Crude Palm Oil (CPO) yang berbeda sehingga penentuan harga pada produsen minyak goreng akan bergantung dengan harga Crude Palm Oil (CPO).
Selain itu, faktor yang menyebabkan harga minyak di Indonesia mahal adalah turunnya panen sawit. Suplai Crude Palm Oil (CPO) yang terbatas akan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng.
Faktor lainnya ialah gangguan logistik selama pandemi Covid-19 seperti berkurangnya jumlah pengiriman dan kapal.
Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang menurut penulis juga akan mempersulit hidup masyarakat. Dengan adanya kebijakan ekspor bahan baku minyak goreng atau Crude Palm Oil (CPO) akan menyebabkan jutaan petani sawit terbebani dan menurunnya pemasukan negara dari hasil pajak penjualan sawit.
Menurut penulis, penentuan harga minyak goreng kemasan harus melalui mekanisme pasar agar dapat mengatasi kelangkaan barang tersebut tetapi menurunkan daya beli masyarakat khususnya yang berada dalam rentan garis kemiskinan.
Yang tak kalah penting, melakukan pengawasan dan pemberian sanksi tegas dari pihak kepolisian, kejaksaan, satuan tugas pangan, dan kementerian terkait.
Pengawasan perlu dilakukan dari hulu hingga hilir mulai dari produksi Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit, produksi Crude Palm Oil (CPO), penerapan Domestic Market Obligation (DMO), produksi minyak goreng, dan utamanya proses pendistribusian minyak goreng.
Dengan adanya harga minyak goreng dalam negeri yang kembali normal maka penurunan biaya produksi dapat meningkatkan gairah dan keuntungan bagi pelaku usaha yang menggunakan minyak goreng sebagai salah satu bahan bakunya. Hal tersebut tentunya memberikan multiplier effect dalam peningkatan roda perekonomian nasional. (*)
Discussion about this post